TANTANGAN REMAJA & GENERASI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA DI ABAD 21.


Masa remaja sering dihubungkan dengan mitos dan stereotip penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku, akibat tekanan-tekanan yang dialami remaja, karena perubahan-perubahan diri maupun lingkungan. Sejalan perubahan-perubahan itu, mereka juga dihadapkan pada banyak tugas berbeda dari masa kanak-kanaknya.
Hurlock (1973) membatasi masa remaja berdasarkan usia kronologis. Yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Sementara Thornburgh (1982) membatasinya secara tradisional. Sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun. Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok. Yaitu: remaja awal (antara 11 hingga 13 tahun), remaja pertengahan (antara 14 hingga 16 tahun), dan remaja akhir (antara 17 hingga 19 tahun).
Perubahan sosial, seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja, membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja. Dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Pada usia tersebut, banyak tugas perkembangan yang harus para remaja (Havighurst dalam Hurlock, 1973): Pertama, mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya, baik sesama jenis maupun lawan jenis. Kedua, mencapai peran sosial maskulin dan feminin.
Ketiga, menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif. Keempat, mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya. Kelima, mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi. Keenam, memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Ketujuh, mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.
Kedelapan, mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara. Kesembilan, menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial. Kesepuluh, memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku.
Fenomena Akhir Abad 20
Tapi, tdak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock, ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut: Pertama, masalah pribadi. Yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
Kedua, masalah khas remaja. Yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja. Seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban yang dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan, serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya.
Tekanan-tekanan ini menimbulkan akibat parah. Seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan terampil untuk mengelola teknologi. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat, dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan, di mana segala sesuatu berubah sangat cepat.
Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya, timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja, membuat mereka mudah mengalami gangguan, baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja, membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas memberi gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi yang demikian pesat, sering mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.
Perkembangan Diri
Perkembangan pada remaja, merupakan proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek, hingga tercapainya tingkat kedewasaan. Dalam proses ini memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dan psikis pada remaja.
Pertama, perkembangan fisik remaja. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas. Yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik, seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh), dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual).
Perubahan fisik yang terjadi di masa pubertas ini, merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sistem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi, dan mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh.
Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai jenis kelamin.
Misalnya, pada remaja putri ditandai menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul. Atau remaja putra akan mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk. (1979), pertumbuhan berat dan tinggi badan remaja akan mengikuti perkembangan kematangan seksualnya sekitar dua tahun. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989).
Munculnya tanda-tanda pertumbuhan ini semakin awal, penyebabnya diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Kedua, perkembangan psikis remaja. Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang terbentuk dari perkembangan yang dialaminya selama masa-masa sebelumnya. Seluruh aspek kehidupan yang dilalui dan dialami remaja, tak dapat diabaikan pengaruhnya dalam membentuk kepribadian mereka.
Faktor penunjang seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat, akan sangat mempengaruhi. Pada masa remaja, seringkali factor-faktor ini dapat saling mendukung, bahkan dapat pula saling berbenturan nilai.
Dr. Sofia Retnowati MS
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada (UGM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar